Al Bahuti berkata,”Mudah-mudahan hal demikian tidak keluar dari asnaf (golongan-golongan penerima zakat) karena hal itu termasuk dalam segala sesuatu yang dibutuhkan seorang pencari ilmu dan ia bagaikan nafkah baginya.”
Sebagian fuqaha ada yang hanya mengkhususkan pemberian zakat hanya kepada para penuntut ilmu syar’i saja. Dan para ulama Hanafi menegaskan bolehnya pemindahan zakat dari suatu negeri ke negeri lainnya untuk para penuntut ilmu. (al Muasu’ah al Fiqhiyah juz II hal 10254 – 10255)
Disebutkan pula bahwa orang yang memiliki kesanggupan mendapatkan penghasilan namun disibukkan oleh menuntut ilmu syar’i maka tidak ada halangan untuk diberikan zakat kepadanya karena menuntut ilmu adalah fardhu kifayah berbeda dengan orang yang memfokuskan dirinya untuk beribadah. Sebagian ulama Syafi’i mensyaratkan orang yang menuntut ilmu itu harus tergolong orang yang cerdas yang diharapkan dengan kecerdasannya bisa bermanfaat bagi kaum muslimin. (Juz II hal 8256)
Biaya masuk perguruan tinggi juga termasuk pada pembiayaan studi anak tersebut agar bisa kuliah dan menyelesaikan studinya di suatu perguruan tinggi. Dan pada dasarnya ia tidaklah termasuk kebutuhan dasar yang bisa diberikan zakat kepadanya. Ia menjadi kewajiban orang tuanya jika ia memiliki kelapangan rezeki dan kesanggupan untuk membayarkannya.
Akan tetapi jika orang tuanya tidak memiliki kesanggupan untuk itu maka zakat bisa diberikan kepadanya dengan persyaratan :
- Ilmu yang dipelajarinya tergolong dalam ilmu-ilmu syar’i (agama).
- Jika ia bukan tergolong ilmu-ilmu syar’i akan tetapi ilmu-ilmu dunia, seperti : kedokteran, teknik atau sejenisnya maka zakat bisa diberikan kepadanya jika ia tergolong fakir. Diantara makna fakir adalah tidak memiliki penghasilan sama sekali atau memilikinya akan tetapi tidak mencukupinya.
- Anak yang akan kuliah tersebut tergolong anak yang cerdas yang diharapkan bisa menyelesaikan perkuliahannya dan memberikan manfaat dengan ilmunya kepada kaum muslimin.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !