Minangkabau sekarang dikenal dengan adatnya yang berfalsafah "adat basandi syara', syara' basandi kitabullah" kalimat yang singkat itu tidaklah mudah untuk didapatkan,karena harus melakukan perjuangan dan perundingan, agar tidak mengganggu tatanan kehidupan masyarakat minang kabau itu sendiri.
Sebelum agama Islam dengan resmi dianut oleh masyarakat Minangkabau,
keyakinan terhadap kepercayaan leluhur masih dipakai oleh sebahagian
anak ranah ini. Akan tetapi dalam persidangan majilih adat (pemuka
masyarakat) di nagari-nagari tetap duduk bersama di antara penganut
paham yang berbeda.
Konon ketika itu, masyarakat masih melihat perbedaan keyakinan sama
halnya dengan perbedaan di bawah payung adat Laras Koto Piliang dan
Laras Bodi Caniago. Banyak juga ketika itu masyarakat yang patuh dan
setia terhadap ajaran Budha dan ada pula pengikut ajaran Islam. Bahkan
banyak pula yang menganut ajaran adat saja. Perbedaan-perbedaan itu
tidak pernah membuahkan benturan-benturan berbahaya di dalam masyarakat
Minangkabau. “Karena, di setiap lubuk hati rakyat Minangkabau terpateri
kata-kata bertuah, ‘ seadat-selimbago. Tuah sekata-celaka bersilang’.
Kalau tuah atau tujuan bersama yang ingin di pilih, seiya sekatalah!
Sebaliknya, kalau celaka yang diinginkan, maka bersilang sengketalah
terus menerus,” seperti disebutkan Agustar Idris dalam bukunya
Cindurmato dari Minangkabau.
Sejak berlangsungnya perundingan antara kaum adat dan Islam di Puncak
Bukit Marapalam, Orang Minangkabau menyepakati agama Islam dengan
ajaran sucinya sebagai penyuluh laras kehidupan manusia menuju
kebahagiaan, kerukunan, kedamaian dan kesejahteraan. Adat dan limbago
adalah buah budinya rakyat Minangkabau di mana ajaran-Islam
menyempurnakannya. Selama rakyat Minangkabau setia terhadap kata-kata
bertuahnya Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabbullah, maka
keseimbangan dan keselarasan alam Minangkabau dan isinya akan tetap
terjaga dan terjamin, sehingga masyarakat yang di cita-citakan adat akan
menjadi milik bersama dan milik anak cucu di sepanjang zaman.
Sejak dahulu rakyat Minangkabau menaruh hormat dan bangga terhadap
Majilih Kerapatan Adat Alam Minangkabau. Segala keputusan hasil mufakat
Majilih ini dilaksanakan secara utuh oleh rakyat dan lembaga adatnya.
Ada satu keputusan Majilih di masa kerajaan Pagaruyung yang sangat
menentukan. Yaitu, ketika Ulama Besar Tuan Malano Basa dari Sumpur
Kudus, ayah kandung dari Tuan Kadhi Padang Ganting, berniat mendirikan
Limbago baru yang disebut Rajo Ibadat. Niat Tuan Malano Basa ini, secara
resmi disampaikan kepada Majilih agar dapat direstui kehadirannya di
Ranah Minang. Rupanya ketika itu, Majilih adat memberikan restu
berdirinya Rajo Ibadat, maka sejak itu pula di pinggang Ranah Minang
terselip tiga keris bertuah yaitu, Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat.
Ketiga-tiganya menjadi senjata ampuh bagi rakyat Minangkabau dalam
mencapai cita-cita bersama.
Kedekatan Pribadi Orang Minang dengan Islam Konon menurut kabar yang
dikisahkan dalam cerita Cindurmato, tersebutlah seorang yang bernama
Andiko Panjang Gombak. Pada masanya Andiko dikenal sebagai salah seorang
penasehat Raja Pagaruyung. Selain dekat dengan keluarga kerajaan,
sehari-harinya dia dengan tekunnya memimpin para pemahat dan pengukir
di Bukitgombak, menyelesaikan beberapa prasasti dan patung yang sudah
lama terbengkalai.
Ada sebuah patung yang sangat besar dan perkasa, yang diberi nama
oleh Andiko Perkasa Muda. Patung ini sudah dikerjakan selama enam tahun
oleh pemahat-pemahat piawai dan sabar. Andiko sangat bangga terhadap
hasil karya para senimannya, terutama terhadap patung Raksasa Muda itu.
Bersamaan dengan rasa bangga yang memenuhi rongga dadanya, terbentuk
pula rasa khawatir di hatinya terhadap keamanan karya-karya seni yang
telah dia hasilkan. Andiko maklum, bahwa rakyat Minangkabau tidak
menyukai patung-patung, bahkan membencinya. Masa itu agama Islam juga
telah menjalar dan berkembang secara perlahan tapi sangat meyakinkan di
Ranah Minang.
Dan Islam juga tidak dapat menerima kehadiran patung-patung karena
dapat menyesatkan iman penganutnya. Pada saat itulah timbul pikiran
Andiko untuk menghadiahkan patung tersebut ke sebuah tempat pemujaan di
tanah Jawa, dimana dia diasuh dan dibesarkan. Dengan sebuah rakit bambu
yang besar berlayarlah si Raksasa Muda menghiliri Batang Selo sampai di
Muaro Sijunjung. Dari Muaro Sijunjung si Raksasa Muda itu ditarik oleh
pasukan si binuang sampai Sikabau. Dari Sikabau si Raksasa Muda kembali
berlayar dihanyutkan arus Batang Hari menuju muaranya.
Tapi, patung itu tak pernah sampai di Muara Batang Hari, karena rakit
yang membawanya hancur berantakan di dekat pertemuan arus Batang
Pangean dengan Batang Hari. Andiko membiarkan si Raksana Muda itu
terbenam sementara di pinggir Batang Hari, dan ia segera kembali ke
Bukitgombak. Di Bukitgombak Andiko menyiapkan tenaga-tenaga baru dan
mengajak Panglimo Limbubu dengan Pasukan Binuangnya untuk kembali
menyelamatkan si Raksana Muda yang sedang terbenam.
Tapi rencana Andiko untuk mengantarkan si Raksana Muda itu ke tanah
Jawa tak pernah menjadi kenyataan. Tepat sehari sebelum Andiko dan
rombongan mau meninggalkan Bukitgombak, tiba-tiba Andiko jatuh sakit,
badannya panas, keringat bagaikan air mengguyuri sekujur tubuhnya, tapi
dari mulutnya selalu meluncur kata-kata, ‘dingin, dingin’. Hari
berikutnya, di saat sinar matahari membayang di ufuk timur, Andiko
kembali ke Maha Penciptanya. Dia pergi dengan tenang, disaksikan oleh
seluruh keluarga, sanak saudara dan sahabat-sahabatnya.
Saat itu, Romandung yang bergelar Dang Tuanku, masih berumur enam
puluh empat bulan dan Cindurmato lima puluh bulan. Sekitar dua puluh
tahun dia di Minangkabau, Andiko telah ikut mencurahkan seluruh kasih
sayang, pengabdian, ilmu dan kearifan yang dimilikinya untuk membangun
Minangkabau yang kuat, adil dan sejahtera. Perjuangannya yang gigih dan
tak mengenal lelah itu memang tidak membuahkan sebuah kerajaan yang
tangguh dan kuat, tetapi telah ikut mengisi Adat dan menuang Limbagonya
Alam Minangkabau.
Pada hari yang sama, setelah Andiko dikebumikan, seluruh anggota
perwakilan Rajo Alam, mengadakan pertemuan di Bukitgombak. Pada
pertemuan ini, secara bulat dimufakati untuk mengangkat Romandung
sebagai pimpinan Anjung Rajo Alam. Karena Romandung masih kecil, maka
dimufakati pula untuk mengangkat ibunya, Kambang Daro Marani sebagai
pelaksana tugas sehari-hari dari pimpinan Anjung Rajo Alam dengan
panggilan kehormatan Bundokandung. Andiko telah tiada. Dia banyak
meninggalkan kesan, kenangan dan warisan. Dia juga mewariskan
perimbangan dan pertentangan di dalam masyarakat Minangkabau. Tapi
Minangkabau tetap memanfaatkan perimbangan dan pertentangan itu untuk
menjaga keseimbangan dan keselarasan Alam Minangkabau dan isinya.
Seiring sejalan dengan perkembangan zaman, pada masa itu Sriwijaya
dan Singosari sudah lenyap. Kerajaan-kerajaan silih berganti muncul dan
hilang. Raja bermahkota hari ini, besok menjadi tak berkepala. Kerajaan
Islam di pantai Aceh bertambah kuat. Islam telah menyebar dan berkembang
ke pelosok-pelosok Nusantara. Kampar kiri dan kanan, negeri-negeri
sepanjang Batang Hari dan Musi, pantai utara pulau Jawa telah di terkam
oleh kerajaan Islam. Minangkabau pun sejak permulaan Zaman Limbago
sudah di masuki ajaran Islam. Islam masuk ke Minangkabau melalui dua
jalur. Jalur pertama dari Aceh ke pantai barat Minangkabau yang berpusat
di Tiku Pariaman. Jalur kedua menempuh Kampar Kanan arah mudik sampai
di Sumpur. Di sinilah tempat ibadah pertama didirikan berupa sebuah
masjid yang di sebut masjid Al Kudus. Dan dari sini pulalah api suci
Islam memancar menerangi Luhak nan Tigo: Tanahdatar, Agam dan Limapuluh
Koto .
Di saat semangat membangun membakar setiap jiwa rakyat Minangkabau,
api Islam ikut serta menerangi sanubari mereka. Para ulama dan penganut
setia Islam juga telah ikut bersimbah peluh dalam membangun daerah
sekitar Pagaruyung, Rimbo Pulut-pulut, Labuah Basa Tigo Balai, Labuah
Luhak dan pembangunan-pembangunan lainnya. Orang-orang dari Teluk
Persia, menurut cerita yang di sampaikan turun-temurun, telah
mengunjungi Minangkabau jauh sebelum agama Islam lahir ke bumi. Mereka
datang untuk membeli rempah-rempah seperti kemenyan, gambir, kapur barus
dan lada. Diantara mereka banyak pula yang menetap di sini dan kawin
dengan gadis gadis Bundokandung. Tak kurang pula orang Minangkabau yang
ikut berlayar ke bumi persia, diantara mereka ada yang menetap di sana,
ada pula yang kembali pulang ke Minangkabau.
Banyak kata-kata yang berasal dari bahasa mereka di ambil alih oleh
orang Minangkabau. Di antaranya, alam, mualim, syahbandar, rahim,
sultan, maulana, imam, nama hari dan bulan dan lain-lainnya. Begitu
Islam di perkenalkan di Ranah Minang, banyak tokoh-tokoh Limbago dan
juga rakyat menaruh perhatian terhadap ajarannya dan lambat laun
menganutnya.
Islam menjamah tubuh Minangkabau kira-kira abad ke 13 M, selama kurun
waktu itu telah banyak ulama dan mubalikh terkenal di lahirkan di bumi
Bundokandung ini, bahkan sejarah mencatat, ulama-ulama dan
mubalikh-mubalikh yang telah terpanggil jiwanya untuk meninggalkan
Bundokandung demi tugas sucinya untuk menyebarkan ajaran agama Islam ke
setiap pelosok Nusantara. Di antara mereka dapat kita catat, Rajo
Bagindo ke Sulu tanah Mindanau, Gurhano Bulan ketanah Bugis Makasar,
Binuang Basa ke Kutai Kalimantan, Tan Tawi ke tahan Jawa, Johari Alim
dan Siti Aminah ke tanah Pahang Negeri Sembilan dan Kalano Rahman ke
tanah Serawak. Malah di Ujung Pandang, hingga terukir dengan tinta emas
tiga datuk penyebar Islam ke Bugis Makasar. Mereka adalah Datuk
Ribandang, Datuk Patimang dan Datuk Tiro.
Syekh Burhanuddin.
Salah satu penyebar Islam di Minangkabau bernama Burhanuddin. Beliau
adalah murid dari Syeh Abdurrauf di Aceh. Kalangan penulis sejarah,
menyebutkan Syeh Burhanuddin hidup antara tahun 1646-1692 M. Beliau
menyebarkan Islam hanya di Minangkabau saja. Tidak seperti tokoh-tokoh
lainnya yang berangkat menuju perantauan.
Hingga kini Syeh Burhanuddin tetap jadi pujaan bagi masyarakat
Minangkabau. Kalau kita lihat, pada Bulan Safar atau pada waktu-waktu
tertentu, banyak masyarakat yang tumpah ruah di makam Syeh Burhanuddin
di Ulakan, Pariaman. Hal ini merupakan sebuah fenomena sosial yang
menarik dan komplek untuk dicermati. Dan yang lebih menarik bahwa
orang-orang yang pernah datang ke sana untuk mengikuti ritual
peribadatan akan selalu merasa kerinduan untuk berkesempatan mengulangi
pengalaman spritual yang mereka peroleh di lingkungan makam Syekh
Burhanuddin.
Syekh Burhanuddin di kalangan umat Islam Sumatera Barat, bukan hanya
sekedar ulama besar. Akan tetapi diyakini pula bahwa beliaulah orang
pertama penyebar agam Islam di daerah ini. Setidak-tidaknya dari
beliaulah perkembangan agama Islam di Sumatera Barat mengalami proses
penyebaran yang begitu pesat. Sebagai ulama beliau memiliki kepribadian
yang agung. Beliau seorang moderat yang mengerti apa yang dirasakan
masyarakat. Beliau selalu bersempati kepada orang-orang yang berada di
sekelilingnya. Dan dengan cara demikian beliau memasukkan rasa dan
kesadaran beragama ke dalam diri setiap orang. Dengan cara yang lemah
lembut, dengan pendekatan persualif serta dengan sentuhan psikologis,
beliau masuk ke dalam masyarakat di sekitarnya dan dari keseharian
masyarakatnya pula beliau secara berangsur-angsur menanamkan nilai-nilai
aqidah.
Syekh Burhanuddin bukan dari aliran keras. Beliau seorang penyabar
yang penuh santun. Entah karena sugesti yang pernah beliau ciptakan atau
karena nuansa kedamaian itu yang tumbuh bersemi maka di komplek makam
dan Masjid Syekh Burhanuddin selalu terdapat rasa aman, nyaman, tentram,
damai dan bersahabat. Setiap kali seorang pernah datang ke tempat itu
maka di dalam dirinya akan ada kerinduan untuk kembali dan kembali lagi
kesana. Syekh Burhanuddin telah lama pergi meninggalkan masyarakat
Minangkabau.
Tapi cahaya terang yang beliau tinggalkan dan keteladanan yang pernah
beliau tebarkan, membuat makam dan suraunya senantiasa dikunjungi
sepanjang masa. Dari mulutnya tidak pernah terdengar umpat dan cerca
apalagi caci maki dan hujatan. Dari mulutnya selalu terdengar doa untuk
kebaikan bersama. ***
Home »
Artikel Guru
» Islam di Minang Kabau
Islam di Minang Kabau
Written By Unknown on Selasa, 30 April 2013 | 14.15
Terima Kasih Telah Membaca Artikel Islam di Minang Kabau.
Silahkan Klik Tombol Like Atau Share Untuk Berbagi Artikel Ini Atau Silahkan Di Copy Link
http://mtsm-sungaibatang.blogspot.com/2013/04/islam-di-minang-kabau.html
Terima Kasih.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !